Monday, January 12, 2015

Suatu masa lagi duduk-duduk santai depan TV sambil liatin anak-anakku main, tiba-tiba teringat beberapa bait dari puisi Kahlil Gibran tentang anak (Anakmu bukan milikmu). Ingat dulu suatu waktu di masa lampau sepertinya saya pernah membacakan puisi ini di depan publik tapi sayangnya saya lupa acaranya apa (sepertinya kegiatan akhir matrikulasi waktu masuk UI dulu). Ketika mendapatkan puisi ini waktu SMA dulu, I really like it karena menurutku saat itu, puisi itu sangat harus dibaca dan dipahami oleh orang tua (khususnya orang tuaku waktu itu) karena saat SMA terasa terkekang banget dan pernah berjanji..seandainya saya nanti punya anak, saya akan mengasuh anak-anakku seperti puisi Kahlil Gibran ini.
Ternyata oh ternyata, setelah punya anak....memang mengaplikasikan teori tidak segampang yang dipikirkan. Saya masih sangat takut anak-anak ku akan tumbuh menjadi anak yang kurang didikan orang tua, mis. jadi tidak sopan ataupun terlalu banyak menerapkan larangan terhadap mereka, seolah-olah apa yang mereka lakukan semuanya masih kurang dan perlu perbaikan, perlu bimbingan dan terkadang saya merasa, saya tidak memberikan keleluasaan kepada mereka untuk berkreasi dan berinovasi sesuai dengan kehendak mereka. Selalu saja ada kalimat-kalimat negatif, mis. jangan lari-lari nak, jangan ribut, jangan ini...jangan itu...padahal saya sudah membaca buku-buku dan artikel tentang cara mendidik anak yang lebih positif. Again...in practice..I kind of difficult not to say negative words. 

Salah satu bait dari puisi itu adalah:

Pada mereka engkau dapat memberikan cintamu, tapi bukan pikiranmu
Karena mereka memiliki pikiran mereka sendiri

Puisi ini mengajak kita untuk tidak terlalu merecoki anak dengan pikiran-pikiran kita yang kita rasa terbaik buat mereka...tapi pada kenyataannya, selalu saja ada kekhawatiran kalau saya tidak mengajarkan (yang sepertinya memberikan pikiran kita) kepada mereka yang baik menurut kita, anak-anak kita akan tumbuh liar dan tidak tahu aturan...
Tapi benarkah? Benarkah anak-anak yang dibiarkan saja tanpa ada aturan dari orang tua akan berkembang lebih baik dari pada yang selalu diberi tahu dan diarahkan?

Well...saya pribadi setelah menjadi orang tua merasa bahwa anak-anak saya tetap harus mendapatkan arahan...kalaupun cara saya mengarahkan terlalu berlebihan..itu mungkin kelemahan saya. Tapi saya tidak akan membiarkan anak saya untuk berjalan dengan pikiran mereka sendiri selama saya merasa bahwa mereka masih butuh arahan..

Puisi ini merupakan salah satu puisi favorit saya dari dulu sampai sekarang, tapi mungkin sekarang saya melihatnya dari sudut pandang seorang ibu/orang tua yang takut anak-anaknya akan kurang didikan, sehingga walaupun di relung hati saya sangat setuju dengan isi puisi ini, tapi pada kenyataannya saya belum sanggup melaksanakannya.

Anyway...sayangnya saya tidak bisa mendapat versi asli dari puisi ini..dulu perasaan saya sampai beli buku kumpulan puisi Kahlil Gibran ini. Karena setelah saya searching, ternyata banyak versi dan kata-katanya ada yang berbeda, mungkin tergantung yang menerjemahkan. Tapi saya akan tetap tampilkan di sini, walaupun saya tidak yakin ini versi yang benar atau tidak..tapi at least intinya tetap sama. 

Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu
Mereka adalah anak-anak kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri
Mereka dilahirkan melalui engkau tapi bukan darimu
Meskipun mereka ada bersamamu tapi mereka bukan milikmu
Pada mereka engkau dapat memberikan cintamu, tapi bukan fikiranmu
Kerana mereka memiliki fikiran mereka sendiri
Engkau bisa merumahkan tubuh-tubuh mereka, tapi bukan jiwa mereka
Kerana jiwa-jiwa itu tinggal di rumah hari esok, yang tak pernah dapat engkau kunjungi meskipun dalam mimpi

Engkau bisa menjadi seperti mereka, tapi jangan cuba menjadikan mereka sepertimu, Kerana hidup tidak berjalan mundur dan tidak pula berada di masa lalu, Engkau adalah busur-busur tempat anakmumenjadi anak-anak panah yang hidup diluncurkan, Sang pemanah telah membidik arah keabadian, dan ia merenggangkanmu dengan kekuatannya, sehingga anak - anak panah itu dapat meluncur dengan cepat dan jauh.

Jadikanlah tarikan tangan sang pemanah itu sebagai kegembiraan
Sebab ketika ia mencintai anak-anak panah yang terbang, maka ia juga mencintai busur teguh yang telah meluncurkannya dengan sepenuh kekuatan.
(Dari Cinta, Keindahan, Kesunyian)

Ini versi yang lain, and I prefer this one as I think this one that I had read in the past.
Anakmu bukanlah milikmu,
mereka adalah putra putri sang Hidup,
yang rindu akan dirinya sendiri.
Mereka lahir lewat engkau,
tetapi bukan dari engkau,
mereka ada padamu, tetapi bukanlah milikmu.

Berikanlah mereka kasih sayangmu,
namun jangan sodorkan pemikiranmu,
sebab pada mereka ada alam pikiran tersendiri.

Patut kau berikan rumah bagi raganya,
namun tidak bagi jiwanya,
sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan,
yang tiada dapat kau kunjungi,
sekalipun dalam mimpimu.

Engkau boleh berusaha menyerupai mereka,
namun jangan membuat mereka menyerupaimu,
sebab kehidupan tidak pernah berjalan mundur,
ataupun tenggelam ke masa lampau.

Engkaulah busur asal anakmu,
anak panah hidup, melesat pergi.
Sang Pemanah membidik sasaran keabadian,
Dia merentangkanmu dengan kuasaNya,
hingga anak panah itu melesat jauh dan cepat.

Bersukacitalah dalam rentangan tangan Sang Pemanah,
sebab Dia mengasihi anak-anak panah yang melesat laksana kilat,
sebagaimana dikasihiNya pula busur yang mantap.

Semoga saya selalu diberikan kemudahan dalam mengasuh anak-anak saya, dan tentunya yang di ridhoi oleh Allah SWT..aamiin...

Bukit Baruga, Kapuas Utara
Monday, 12 January 2015


Saturday, December 27, 2014

Penulisan referensi pada tulisan ilmiah

I am in the middle of checking students' assignments and thesis and found same mistakes again and again....it's about referencing...

Oke...sekarang saya mau bicara ttg referensi dan daftar pustaka pada penulisan ilmiah. Mungkin beberapa diantara kalian masih belum paham mengapa hal ini selalu dipersoalkan oleh saya (khususnya) dan ga ngerti apa sih pentingnya...kenapa kita harus rempong dengan hal seperti ini. Well...tulisan ini agak serius dan cenderung berat..so, take your time and please pahami dan resapi maknanya...(halah...hehehe).

Begini, sebenarnya sebelumnya kalian harus tahu dulu fungsi dan referensi itu sebenarnya untuk apa sih? (Ayo...baca lagi buku petunjuk APA nya). Tapi salah dua dan tiganya adalah supaya menghindari plagiarisme dan jika seseorang ingin merujuk pada tulisan kita, mereka bisa mengakses daftar pustaka dan mencari rujukan tersebut. Kalau rujukannya dari buku hardcopy, well..kalau bukunya bisa diakses adalah hal yang sangat bagus tapi kalau tidak...tidak begitu masalah lah. Tapi kalau kalian memasukkan referensi online dan ternyata setelah ditelusuri tidak bisa diakses oleh orang lain, maka sebenarnya referensi tersebut kurang valid lagi.Hal yang lain adalah, pada penulisan ilmiah, hindarilah mengambil dari blogspot ataupun artikel non-ilmiah apalagi sebenarnya sumber atau referensi untuk hal tersebut sangat banyak bisa dari buku ataupun artikel dari jurnal yang peer-review.

Saya tidak akan banyak berbicara teori ttg referensi dan bagaimana cara penulisannya, karena itu akan sangat panjang dan membosankan dan kalian bisa dapat secara online (kecuali kalau kalian malas mencarinya, I'll give you one of the link that you can use later on). Tapi satu kesalahan yang paling sering terjadi dan dilakukan oleh mahasiswa adalah, apa yang mereka tuliskan dalam in-text reference atau yang mereka tulis dalam bab tulisan mereka adalah tidak terdapat dalam daftar pustaka.

Saya jadi bertanya tanya sendiri, apakah memang mereka tidak mengerti atau masa bodoh? Karena pun hal ini juga saya temukan pada tugas makalah mahasiswa yang sudah saya berikan mata kuliahnya dan menjelaskan dengan berbusa busa dan berapi api dalam kelas. Saya jadi kembali bertanya, apa cara saya menjelaskan yang salah? Apa dan dimana letak kesalahannya? Mengapa kejadian ini terjadi lagi dan lagi dan lagi. 

Terus terang saya sempat dilema, karena sepertinya kok saya sendiri yang gusar mengenai hal ini, ada beberapa dosen yang lain yang masa bodoh atau tidak memeriksa secara detal atau malah tidak membahas hal ini pada saat mahasiswa bimbingan ataupun ujian. Kok saya jadi seperti repot sendiri mengenai hal ini. Tapi walaupun sedapat mungkin saya mencoba untuk mengabaikan dan tidak memperhatikan hal ini pada saat saya memeriksa skripsi, thesis ataupun makalah lainnya, mata saya akan otomatis akan melihat ke sana. Akhirnya saya memerlukan waktu yang lebih untuk memeriksa pekerjaan mereka dan hal ini terus terang sangat melelahkan. Seandainya saya bisa masa bodoh, tapi saya tidak bisa..Saya akan terus menscanning referensi tersebut.

Saya pikir, mungkin karena selama saya sekolah post graduate, saya terbiasa dengan hal tersebut. Di sekolah saya, hal ini menjadi sangat penting dan semua orang harus patuh dengan cara penulisan yang sudah ditentukan oleh sekolah tersebut. Pembimbing saya pasti akan melihat ke referensi yang saya pakai dan tuliskan dalam daftar pustaka. Mungkin karena saya terbiasa dan hal ini sudah seakan tertanam dalam otak dan hati saya, sehingga saya tidak punya kemampuan untuk mengabaikan hal tersebut pada saat membaca tugas mahasiswa (nasib....)

Well...ini beberapa tips yang bisa dipakai supaya apa yang anda tulis dalam in-text reference ada pasangannya dalam daftar pustaka anda (dan memang harus ada pasangannya).
1. Sebelum menulis, catat semua buku/artikel/website yang anda gunakan sebagai sumber rujukan dengan selengkap-lengkapnya
2. Gunakan reference manager, mis. Endnote (berbayar) atau mendeley (free) atau bisa menggunakan aplikasi dari MS. Word juga. Dengan menggunakan tools ini, dijamin apa yang anda tuliskan dalam in-text reference akan muncul otomatis pada daftar pustaka anda. Tapi ingat, jangan mengandalkan semuanya pada tools tersebut, karena ada beberapa poin yang mungkin harus anda edit sendiri. Untuk ini anda harus pelajari baik-baik cara kerja dari alat-alat tersebut.
3. Kalau anda terlalu malas untuk menggunakan reference manager, bisa juga secara manual. Untuk skripsi S1 masih ok lah menulis secara manual karena paling daftar pustakanya juga sekitar 20-30 buah. Tapi untuk level thesis mungkin sebaiknya menggunakan reference manager tersebut karena dapus nya juga lebih banyak, apalagi level S3. Nah, seandainya anda menggunakan secara manual, tolong...tolong banget nih, cek dan ricek lagi, apakah semua sumber rujukan yang anda gunakan di kalimat dan paragraf anda memiliki pasangan di daftar pustaka anda. Kalau tidak, segera lengkapi.

Well...since my baby is already calling me...I must stop...tapi saya sangat berharap... my biggest wishlist for 2015, semua mahasiswa PSIK dan PSMIK sudah bisa menulis sumber rujukan dengan baik dan benar sehingga saya tidak mengalami stroke ringan lagi karena ngomel-ngomel dan geregetan sendiri. Please help me to make my wish come true...

PS. Sumber rujukan untuk penulisan APA bagi mahasiswa PSIK dan PSMIK FK UH bisa di unduh di sini:


Kapuas Utara, Bukit Baruga
27 Desember 2015
Have a nice weekend and Happy New Year 2015

Tuesday, May 6, 2014

Bijaklah memilih sekolah keperawatan

Akhir-akhir ini seperti yang semua orang juga ketahui, sudah banyak sekali sekolah-sekolah tinggi ilmu kesehatan/keperawatan yang tersebar ke seluruh pelosok negeri termasuk juga di kota Makassar. Saya jadi ingat waktu jaman awal mula peraturan pemerintah untuk mengkorvesi SPK ke D3, sesaat setelah itu tumbuh lah sekolah2 D3 bak tumbuhnya jamur di musim hujan (atau setelah musim hujan??). Anyway... saya rasa kalian sudah bisa menangkap maksud saya. Hal tersebut di atas (peningkatan jumlah sekolah-sekolah tinggi ilmu keperawatan) juga langsung menjamur sebagai jawaban atas permintaan lulusan S1 keperawatan yang masih belum memenuhi target.

Sebenarnya hal tersebut adalah program yang sangat positif jika pertumbuhan sekolah tersebut bisa di kontrol dalam hal mutu dan kualitas sebuah sekolah.   Tentunya  sekolah-sekolah STIKES ini merupakan kesempatan yang baik untuk perawat-perawat dan calon perawat-perawat yang ingin melanjutkan sekolah di jenjang S1 ataupun ingin bersekolah di jenjang S1. Sangat di sayangkan karena dari beberapa sekolah STIKES yang ada di kota Makassar misalnya, baru beberapa yang terakreditasi dan malah ada beberapa mungkin yang belum terakreditasi tapi tidak terdeteksi. Sayangnya lagi, karena mutu dan kualitas yang tidak terkontrol dengan baik, akhirnya mereka hanya terkesan asal membuka sekolah dan tidak terlalu perduli dengan kualitas lulusan mereka. Ada sekolah yang tidak memiliki cukup dosen tetap, ada juga yang tidak memiliki sarana dan prasana yang memadai misalnya lab dan perpustakaan yang akan menunjang proses belajar mengajar. Ada yang menawarkan program cepat selesai, kehadiran bukan hal utama, yang penting membayar dan akhirnya bisa mendapatkan ijazah. Ada juga sekolah yang menawarkan membuatkan skripsi untuk mahasiswanya, mahasiswa hanya membayar dan ujian tapi tentunya akan lulus dengan mudahnya (berdasarkan hasil observasi dan anecdotical data)

Dari sebuah penelitian yang dilakukan kerjasama Depkes RI, Bappenas, World Bank, dan Royal Netherland Embassy mengenai Indonesia's Doctors, Midwives and Nurses: Current stock, increasing needs, future challenges and options; di dapatkan salah satu challenges di masa depan adalah bagaimana memproduksi perawat dan bidan yang berkualitas, karena kualitas kontrol dan sistem akreditasi untuk sekolah2 tersebut di atas, yang notabene memproduksi jumlah tenaga kesehatan yang lumayan banyak, belum bisa dipertanggungjawabkan mutunya. 

Saya jadi ingat beberapa saat yang lalu, pada waktu awal2 menjamurnya sekolah sekolah STIKES, banyak mahasiswa keperawatan yang unjuk rasa dan memperlihatkan ketidaksetujuan mereka akan fenomena ini dan mempertanyakan peran organisasi perawat dalam hal ini. Mereka mempertanyakan mengapa PPNI sangat mudah memberikan rekomendasi atas pembukaan sebuah sekolah tanpa melihat mutu dan kualitasnya. Saya ingat waktu itu di depan kelas, saya mengatakan kurang lebih seperti ini:
"sebenarnya kalian tidak usah gerah dengan munculnya sekolah2 yang tidak jelas tersebut, yang kalian harus lakukan (Kalian=mahasiswa PSIK FKUNHAS) adalah belajar dengan giat dan bersungguh-sungguh karena hanya dengan begitu kalian bisa memperlihatkan bahwa kalian beda dengan mereka yang lulusan sekolah lain. Tidak ada gunanya menggugat mereka, meminta ijin mereka dicabut, kita akan melihat bahwa yang berkualitas lah yang akan exist dan yang tidak sanggup akan mati dengan sendirinya. Biarlah masyarakat sendiri yang menilai, ....."

Saya pribadi juga kurang setuju dengan pelaksanaan sekolah-sekolah STIKES yang tidak perduli terhadap kualitas lulusan. Tapi untuk saat ini kita tidak bisa berbuat apa-apa dan biarkan waktu yang menjawab. Saya hanya berharap masyarakat bisa lebih bijak dalam memilih sekolah seandainya tidak bisa di terima di PTN untuk jenjang S1 keperawatan. Bijaklah dalam memilih sekolah, apakah sekolah tersebut sudah terakreditasi atau belum, bagaimana tenaga pengajarnya (dosen tetap dan LB), kualifikasi dosennya, fasilitasnya, apakah sudah memiliki program Ners atau belum. Banyak hal yang bisa anda teliti sebelum memutuskan untuk memilih sekolah tersebut. Jangan hanya melihat karena gampang masuk dan lulusnya, jangan percaya langsung dengan info yang diberikan, bisa dijajaki dari lulusan atau mahasiswa yang sedang kuliah di tempat tersebut. 

Nah, kenapa saya tiba-tiba mengangkat masalah ini, karena beberapa minggu yang lalu ketika menjadi pewawancara untuk program S2 Keperawatan di PSMIK UNHAS, ada seorang peserta dari STIKES 'YPK' yang belum terakreditasi. Peraturan dari Pasca UNHAS adalah tidak menerima jika dari STIKES yang belum terakreditasi. 

Sebenarnya saya sangat sedih, karena kandidat tersebut sekarang perawat di salah satu RS di daerah, dan yang membuat saya sedih karena melihat motivasi kandidat tersebut sangat besar untuk sekolah tapi terkendala karena lulusan sekolah yang belum terakreditasi. Sempat sedihnya juga karena kandidatnya sampai menangis dan menyesali mengapa dia dulu memilih sekolah tersebut. Sempat curhat juga bahwa waktu dia mendaftar diinfokan bahwa sekolah tersebut sedang mengurus akreditasi tapi sampai dia lulus belum ada beritanya. Dia juga sempat mengatakan bahwa dia tidak akan merekomendasikan sekolah tersebut ke orang lain.

Well...that's what I mentioned before, biarkan lah masyarakat yang menilai. Kepada pengurus sekolah2 STIKES, tolonglah perbaiki kualitas sekolah anda dan ingat anda diharapkan akan menghasilkan perawat-perawat yang professional, bukan hanya sekedar perawat abal-abal. 

Referensi



Rokx, C., Satriawan, E., Marzoeki, P., & Harimurti, P. (2009). Indonesia's Doctors, Midwives and Nurses: Current stock, increasing needs, future challenges and options.  Retrieved 24 September 2012, from Depkes-RI, Bappenas, World Bank, Royal Netherland Embassy http://www-wds.worldbank.org/external/default/WDSContentServer/WDSP/IB/2009/06/22/000334955_20090622105305/Rendered/PDF/477150WP0Indon1BOX0338925B01PUBLIC1.pdf

Friday, January 3, 2014

My PhD Journey

My PhD journey started in March 2009. I remember first time enrolled and found out that my supervisors were based in Monash Gippsland campus, which made me should be based on that campus too. Melbourne - Churchill (Gippsland Campus location) distance is about 170 km and at the first weeks I had to travel back and forth until we decided to rent a house there. I spend my first year on Gippsland campus and must travelled a lot back and forth to Clayton because my husband did not have a job yet in Gippsland no matter how hard we tried to find a job. So, I spent 3 days in Churchill, Monday morning I left Clayton around 8 am (lucky we travelled opposite the traffic) and usually we arrived at Churchill around 11 am, put my daughter in her childcare at the campus and heading to the office. At 5 pm, I went home to pick up my daughter and heading back to our home at Maple St, Churchill. It was quite a hard year, I must say, because my husband stay at Clayton and I must travelled with my 1 years old daughter who always asked me to sing on the way for around 2.5 hours.


My first office at Monash Gippsland campus. The desk was still tidy and empty. The expression was still fresh and happy to get my own desk :=)



This journey lasted for a year until I had my confirmation of candidature on September 2009. After my confirmation, we travelled back home to Indonesia for my first data collection. When I got back to Melbourne again, I delivered my second child on July 3rd 2010. As I delivered my baby at Clayton, I asked for unofficially maternity leave and stay at Clayton for four month without going to Gippsland campus at all. It was fine by my supervisors and I promised to get back to office once my baby was old enough to be left at the childcare. After I finished my second data collection on May 2011, I have a shock news. My first supervisor was moved out from Monash University to Charles Sturt University. I was shocked but this moment gave me opportunity to ask for moving my campus base to Clayton campus. In short, they approved my request and started to work from Clayton campus. It was around less than a year I had another shock news, my second supervisor, Dr. Kenneth Sellick was sick and should be working from home most of the time. He had lung cancer. He still did his work as my supervisor and answered my email but my progress was soo slow with one supervisor in another state and the other was not in a good condition. I was working with no progress at all.


The late Dr. Ken Sellick, one of my greatest support system on my first year

On 28 August 2012 I received a very sad news that Dr. Ken passed away. It was a very sad and shocking moment for me, thinking about my study in the future, how's the supervision things and who's gonna replace him and so on and so on.... It was really impact my study progress. But life must go on..My first supervisor suggested some names to be my supervisor replacing Dr. Ken and I decided to go with Lisa McKenna. I was really lucky to have her as my new supervisor. 

Time flies, with my final year as a student after 5 month intermission (which I thought I could do some work but not at all ^_^). During the first six months of my last candidature year, I only have managed to write 3 chapters and 3 manuscript... Now I think, what have I done with my time?? No progress at all, I was shame and disappointed at the same time with my self, although some achievements were obtained as well, such as all abstract that I sent out for conference had been accepted for oral presentation. Unfortunately I didn't have any chance to visit UK or US for conference due to budgeting and family matter. So, I used opportunity to attend conferences in Australia and NZ. I managed to attend and present my work at some international conference and congress such as International Association of Geriatric and Gerontology (IAGG) and International Council of Nursing World Congress and conferences in Melbourne. One gerontology conference in New Zealand. Emerging Research of Ageing conference in Sydney, Melbourne and Newcastle also were part of my conference hunting journey. 
I have gained so much experiences meeting with experts in nursing and of course had a chance to see other part of Australia.


ICN Congress, I met my bachelor degree lecturers

Well...back to my progress, my original CoE (Confirmation of Enrolment) supposed to be due on September, but I asked for 3 month extension to my scholarship provider and was approved. On August 2013, my supervisor Lisa reminded me with my study progress and asking when I should submit. I told her, my CoE will be due on 20 December 2013. She then suggested me to revise my timeframe study (as I had, but not really stick on it ^_*) and she gave me a word that I would submit it on 20 December 2013. I told her, I could have lapse (condition when you reach your 4th year of study and not finish yet, you automatically can get lapse where you will have another 3 years to finish and submit your thesis without have to pay for tuition fee). However, she was very insist that I must submit on that 20 Dec 2013. She didn't want me to have lapse (which now I thank her so much for her decision otherwise I will keep writing my thesis instead of writing this blog ^_^).


The only messy desk in the PhD Nursing Room

So after that last conversation, I gathered all my motivation, ideas and spirit to continue writing my chapters, which was surprising me, I could write 3 chapters in only less than 3 weeks. I mean, amazing...frankly, I couldn't believe myself either. All this months, I was trying to write something and I got stuck and I stopped. But because I had aimed to submit on the 20 Dec, I must go on with my writing...didn't really care about the content at that time, as long as I write and write. On November, one month before the due, I started disbelief myself, whether I could finish on time or not. I haven't written the discussion part, which I've been told it took 1 month at least to write it but I don't have one month, I only had one week to write it. 




My lovely messy desk, PhD Room Clayton Campus
Alhamdulillah, I could finish all the first draft by the end of November. I submitted it to my supervisors and got all checked back in 13 days, put it to the editor for 4 days, submitted it to the binding services for one day, Alhamdulillah I could finish it one day before the submission day. Friends might see me lucky, which I thought I was very lucky to have such wonderful and supportive supervisors. I was lucky to that I didn't have to spent my days until late at the office. I went to campus at 9 am to 6 pm. I only spent 2 weekends at the office before I submit my first draft and that's all.





All the feedbacks sometimes made me down, and stop writing
Alhamdulillah, working from home like this was quite rarely, so I still have time with my family


Now, I look back to my journey, some burden have been lifted up from my shoulder.. doing PhD study in an English speaking country, should write at least 60.000 words in English, show your academic intellectuality when you were having discussion with your supervisors were not something easy to do, if you are a mother of two young children. But I think, I have managed my study well, unless for the rush bit at the end...I don't want to regret it, never and will not regret it. If I had a chance to do it again, I will still choose my supervisors but maybe change the topic to something more close to my passion. 
First time finish all the first draft, to see this on the screen was very touching

My 'baby' ready to be bound
It's ready...just one day before 20 December 2013





















All experiences, starting my journey, meeting new lovely friends and finally submit my thesis was really give me a nice and valuable life experiences. Meeting friends from other part of Indonesia, meeting old friends, new friends. Meeting new friends from other countries such as Saudi Arabia, China, Malaysia really enriched my life. After I finished my first draft and ready to send to editor, my PhD fellows, lovely girls from Saudi and my best friend Nini, gave me a very nice surprise. I will miss them all.


Lovely surprise from my Saudi friends.....

Finally on the day, the submission day...I couldn't ask for more on that day...very relief and part of me disbelief that I finally could submit my thesis before I go home... now I will just wait for the best for the result, in syaa Allah wish for the best...Below some pics on the submission day.


Checking
With Lisa, my wonderful supervisor
Ready to be submitted

Mini celebration after submission ^_^



With all Indonesian friends













Well...that's my PhD journey, the main point of this story is, keep focusing on your aim to finish your study. Don't make so many excuses to prevent you from finishing on time. Family is not an obstacle in drafting your writing. And don't forget, just because you're writing a thesis, doesn't mean you can't enjoy your life with your friends, especially if you are study abroad, take a chance to explore the country. Keep calm and belief yourself that you can do it. And don't forget to pray...

In a few days I will leave this country, Australia, my place for almost 7 years..it's time to go home and build my own country. Indonesia, here we come.....^_*

Catatan akhir dan awal tahun (Dec 2013-Jan 2014)